STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. PENDAHULUAN
- 1. Latar Belakang
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing . Dalam penyusunan progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional . Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi social serta kreativitasnya.
Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogamkan pembelajaran sudah dipikirkan mengenbai bentuk strategi pembelajaran yanag di anggap cocok. Asesmen di sini adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social, melalui pengamatan yang sensitive. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrument khusus secara baku atau di buat sendiri oleh guru kelas.
Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh guru di sekolah, di tujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari- hari dan kompetensi akademik. [1]Dalam makalah ini akan dibahas mengenai ”Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus”
- 2. Rumusan Masalah
- Apakah definisi dari anak berkebutuhan khusus?
- Bagaimana jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus?
- Bagaimana strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus?
- 3. Tujuan
- Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.
- Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
- Menjelaskan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.
- B. PEMBAHASAN
- 1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
- 2. Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
a.Tunagrahita (Mental retardation)
Ada beberapa definisi dari tunagrahita, antara lain:
- American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
- Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22), mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
- The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.
- Definisi tunagrahita yang dipublikasikan oleh American Association on Mental Retardation (AAMR). Di awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif mencakup area : komunikasi, merawat diri, home living, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, functional academics, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun.
- Menurut WHO seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.[5]
- Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
- Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
- Perkembangan bicara/bahasa terlambat
- Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
- Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
- Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
- b. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder)
- Nilai standarnya 4
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:
- Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.
- Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.
- Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.
- Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.
- Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.
- Bersikap membangkang,
- Mudah terangsang emosinya,
- Sering melakukan tindakan aggresif,
- Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
- c. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness)
- Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
- Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
- Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
- Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
- Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran[8]:
- Tidak mampu mendengar,
- Terlambat perkembangan bahasa,
- Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
- Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,
- Ucapan kata tidak jelas,
- Kualitas suara aneh/monoton,
- Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
- Banyak perhatian terhadap getaran,
- Keluar nanah dari kedua telinga,
- Terdapat kelainan organis telinga.
- Nilai standarnya 7.
- d. Tunanetra (Partially seing and legally blind)
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:[9]
- Tidak mampu melihat,
- Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
- Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
- Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
- Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
- Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
- Mata bergoyang terus.
- Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra.
- e. Tunadaksa (physical disability)
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh:[10]
- Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
- Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
- Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
- Terdapat cacat pada alat gerak,
- Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
- Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
- Hiperaktif/tidak dapat tenang.
- Nilai standarnya 5.
- f. Tunaganda (Multiple handicapped)
Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut:
- Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus.
- Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi.
- Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus.
- g. Kesulitan Belajar (Learning disabilities)
Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung[11]:
- Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
- Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
- Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
- Kalau membaca sering banyak kesalahan
- Nilai standarnya 3.
- Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
- Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,
- Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
- Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
- Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
- Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
- Nilai standarnya 4.
- Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)
- Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
- Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
- Sering salah membilang dengan urut,
- Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
- Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
- Nilai standarnya 4.
- h. Anak Berbakat (Giftedness and special talents)
Anak berbakat mempunyai empat kategori, sebagai berikut:
- Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.
- Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.
- Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
- Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain.
Berikut identifikasi anak berbakat atau anak yang memilki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa[12]:
- Membaca pada usia lebih muda,
- Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
- Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
- Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
- Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
- Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
- Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
- Memberi jawaban-jawaban yang baik,
- Dapat memberikan banyak gagasan,
- Luwes dalam berpikir,
- Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
- Mempunyai pengamatan yang tajam,
- tugas atau bidang yang diminati,
- Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
- Senang mencoba hal-hal baru,
- Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
- Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah,
- Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
- Berperilaku terarah pada tujuan,
- Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
- Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
- Tidak cepat puas dengan prestasinya,
- Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
- Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
- i. Anak Autistik
- Nilai standarnya 18.
- Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
- Selalu diam sepanjang waktu.
- Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.
- Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.
- Tidak tampak ceria.
- Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.
- j. Hyperactive (Attention Deficit Disorder with Hyperactive)
- 3. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi[13] adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi[14] adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
- 1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
- Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
- Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
- Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
- Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
- Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
- 2. Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
- Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
- Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
- Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
- 3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
- Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
- Strategi kooperatif
- Strategi modifikasi tingkah laku
- 4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
- Pendidikan integrasi (terpadu)
- Pendidikan segresi (terpisah)
- Penataan lingkungan belajar
- 5. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
- Model biogenetic
- Model behavioral/tingkah laku
- Model psikodinamika
- Model ekologis
- 6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
- Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
- Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
- Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
- 7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
- C. KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.
Wardani, I.G.A.K. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion, Education-Special Needs Education An
Introduction.Oslo: Unipub forlag.
Santrock, John W. (1997). Live-Span Development.Sixth Edition. USA. Brown &
Benchmark Publisher.
Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion and Enrichment, Artikel in Johnsen. Oslo: Unipub forlag.
http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pembelajaran-di-sekolah-inklusi-tuna-laras
http://www.pdfqueen.com/html
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
http://vantheyologi.wordpress.com/2009/10/19/anak-tuna-netra/
[1] Greenspan, 1997: 131, dalam smith et al., 2002: 95. [2] http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
[3] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[4] Kauffman dan Hallahan. Th. 2005: 28-45.
[5] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[6] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
[8] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[9] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[10] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[11] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[12] http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus
[13] http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pembelajaran-di-sekolah-inklusi-tuna-laras
[14] http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pembelajaran-di-sekolah-inklusi-tuna-laras